Baby Hello Kitty

Thursday, November 7, 2013

Garam dan Telaga


Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.
Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.
“Segar.”, sahut tamunya.
“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi.
“Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Bidadari untuk Umar ra


Umar bin Khattab r.a adalah salah satu sahabat yang menjadi mertua dari Rasulullah SAW. Sewaktu anaknya yaitu Hafsah r.a hendak dicarikan jodoh maka Umar bin Khattab menawarkannya kepada Abu Bakar As Shiddiq r.a dan Utsman bin Affan r.a tapi kedua sahabat utama itu diam saja tidak menyambut tawaran Umar. Dalam hati Umar bin Khattab merasa sedih karena dua orang sahabat itu yang paling dianggap sekufu dengan anak perempuannya yang bernama Hafsah tidak menyambut tawarannya. Maka ia pergi mengadukan dua orang sahabatnya itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW tersenyum menanggapi pengaduan Umar bin Khattab r.a dan berkata,” Sesungguhnya Hafsah akan memperoleh suami yang lebih baik dari Utsman dan Utsman akan memperoleh istri yang lebih baik dari Hafsah.” Ternyata Rasulullah SAW yang meminang Hafsah untuk dijadikan istri beliau sedangkan Utsman bin Affan dinikahkan dengan puteri Rasulullah SAW yang bernama Umi Kultsum r.a

Sejak saat pernikahan Rasulullah SAW dengan Hafsah hati Umar bin Khattab r.a begitu bergembira, ia juga tidak merasa minder lagi bila berdampingan dengan Sahabat Abu Bakar As Shiddiq karena sahabatnya itu selain sebagai sahabat Nabi juga merangkap sebagai mertua Nabi maka kini Umar bin Khattab r.a bisa bernafas lega bisa mengikuti jejak Abu Bakar As Shiddiq r.a.

Semenjak Umar bin Khattab memeluk Islam kaum muslimin seakan memperoleh suatu kekuatan yang sangat besar. Sejak itulah mereka berani solat dan tawaf dikaabah secara terang-terangan. Umar r.a. adalah seorang yang wara, ia sangat teliti dalam mengamalkan Islam. Umar r.a. mempelajari surah Al-Baqoroh selama 10 tahun, ia kemudian melapor kepada Rasulullah s.a.w. , “Wahai Rasulullah s.a.w. apakah kehidupanku telah mencerminkan surah Al-Baqoroh, apabila belum maka aku tidak akan melanjutkan ke surah berikutnya”.Rasulullah s.a.w. menjawab, “Sudah..”!. Umar r.a. mengamalkan agama sesuai dengan kehendak Allah s.w.t. Kerana kesungguhannya inilah maka banyak ayat di Al-Quran yang diturunkan Allah s.w.t. berdasarkan kehendak yang ada pada hatinya, seperti mengenai pengharaman minuman keras, ayat mengenai hijab, dan beberapa ayat Al-Quran lainnya.

Rasulullah s.a.w. seringkali menceritakan kepada para sahabatnya mengenai perjalannya mi’raj menghadap Allah s.w.t. Rasulullah s.a.w. sering pula menceritakan bagaimana keadaan surga yang dijanjikan Allah s.w.t. kepada sahabat-sahabatnya. Suatu hari ketika Rasulullah s.a.w. dimi’rajkan menghadap Allah s.w.t. malaikat Jibril a.s. memperlihatkan kepada Rasulullah s.a.w. taman-taman surga. Rasulullah s.a.w. melihat ada sekumpulan bidadari yang sedang bercengkrama. Ada seorang bidadari yang begitu berbeda dari yang lainnya. Bidadari itu menyendiri dan tampak sangat pemalu. Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Jibril a.s., “Wahai Jibril, bidadari siapakah itu”?. Malaikat Jibril a.s. menjawab, “Bidadari itu adalah diperuntukkan bagi sahabatmu Umar r.a.”. Pernah suatu hari ia membayangkan tentang surga yang engkau ceritakan keindahannya. Ia menginginkan untuknya seorang bidadari yang berbeda dari bidadari yang lainnya. Bidadari yang diinginkannya itu berkulit hitam manis, dahinya tinggi, bagian atas matanya berwarna merah, dan bagian bawah matanya berwarna biru serta memiliki sifat yang sangat pemalu. Kerana sahabat-mu itu selalu memenuhi kehendak Allah s.w.t. maka saat itu juga Allah s.w.t. menjadikan seorang bidadari untuknya sesuai dengan apa yang dikehendaki hatinya”.

Inilah sebagian keutamaan dari Umar bin Khattab r.a. Allah begitu sayang kepadanya karena pengorbanannya dalam memenuhi perintah Allah yang dilaksanakan dengan kesungguhan dan tulus ikhlas. Adakah kita ingin mengikuti jejaknya..?

Mangkuk yang Cantik, Madu, dan Sehelai Rambut….


Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman datang bertamu ke rumah Ali. Di sana mereka dijamu oleh Fathimah, putri RasulullahShallallahu Alaihi Wasallam, sekaligus istri Ali bin Abi Thalib. Fathimah menghidangkan untuk mereka semangkuk madu. Ketika mangkuk itu diletakkan, sehelai rambut jatuh melayang dekat mereka.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam segera meminta para sahabatnya untuk membuat perbandingan terhadap ketiga benda tersebut, yaitu mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut. 
Abu Bakar yang mendapat giliran pertama segera berkata,
♥ “Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tersenyum, lalu beliau menyuruh Umar untuk mengungkapkan kata-katanya. Umar segera berkata,
♥ “Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Rajanya lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kembali tersenyum, lalu berpaling kepada Utsman seraya mempersilakannya untuk membuat perbandingan tiga benda di hadapan mereka. Utsman berkata,
♥ “Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
Seperti semula, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kembali tersenyum kagum mendengar perumpamaan yang disebutkan para sahabatnya. Beliau pun segera mempersilakan Ali bin Abi Thalib untuk mengungkapkan kata-katanya. Ali berkata, ♥
“Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam segera mempersilakan Fathimah untuk membuat perbandingan tiga benda di hadapan mereka. Fathimah berkata,
♥ “Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik. Wanita yang mengenakan purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
Setelah mendengarkan perumpamaan dari para sahabatnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam segera berkata,
♥ “Seorang yang mendapat taufiq untuk beramal lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Beramal dengan perbuatan baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas, lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
Malaikat Jibril yang hadir bersama mereka, turut membuat perumpamaan,
♥ “Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik. Menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
Allah Subhnahu WaTa’Ala pun membuat perumpamaan dengan firman-Nya dalam hadits Qudsi,
♥“Surga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu. Nikmat surga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju surga-Ku lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
♥♥ Semoga bermanfaat…

Thursday, October 3, 2013

Do'a Nabi Ibrahim

Bismillahirrahmanirrahiim...

Robbana waj'alna muslimaini laka wa min dzuriyatina muslimatal lak
wa arina manasikana wa tub'alaina
innaka antat tawwabur rohim
Artinya : 
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau

dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
[QS. Al Baqarah Ayat 128]

Wednesday, October 2, 2013

Kisah Cinta dan Kebesaran Hati Salman al-Farisi

Salman al Farisi adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang berasal dari Persia. Salman sengaja meninggalkan kampung halamannya untuk mencari cahaya kebenaran. Kegigihannya berbuah hidayah Allah dan pertemuan dengan Nabi Muhammad saw di kota Madinah. Beliau terkenal dengan kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah ketika kaum kafir Quraisy Mekah bersama pasukan sekutunya datang menyerbu dalam perang Khandaq.
Berikut ini adalah sebuah kisah yang sangat menyentuh hati dari seorang Salman Al Farisi: tentang pemahamannya atas hakikat cinta kepada perempuan dan kebesaran hati dalam persahabatan.
Salman Al Farisi sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mu’minah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai pacar. Tetapi sebagai sebuah pilihan untuk menambatkan cinta dan membangun rumah tangga dalam ikatan suci.
Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah, pelamaran.
Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang telah dipersaudarakan dengannya,Abu Darda’.
”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya. Keduanya tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.
”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abu Darda’ berbicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.”
Abu Darda dan Salman menunggu dengan berdebar-debar. Hingga sang ibu muncul kembali setelah berbincang-bincang dengan puterinya.
”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Keterusterangan yang di luar kiraan kedua sahabat tersebut. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah  dan bertemu dengan gelombang kesadaran. Ya, bagaimanapun Salman memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya.
Namun mari kita simak apa reaksi Salman, sahabat yang mulia ini:
”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!
Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al Farisi. Ia begitu faham bahwa cinta, betapapun besarnya, kepada seorang wanita tidaklah serta merta memberinya hak untuk memiliki. Sebelum lamaran diterima, sebelum ijab qabul diikrarkan, tidaklah cinta menghalalkan hubungan dua insan. Ia juga sangat faham akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu Darda’ telah dipersaudarakan oleh Rasulullaah saw dengannya. Bukanlah seorang saudara jika ia tidak turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa dengki atas kebahagiaan dan nikmat atas saudaranya.
“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” [HR Bukhari]
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah Salman ini.

Salman al-Farisi

Salman al-Farisi adalah sahabat Nabi saw yang berasal dari Persia, Isfahan, warga suatu desa yang bernama Jai. Ayahnya seorang tokoh masyarakat yang paham betul tentang pertanian. Salman lah yang paling disayang oleh ayahnya, karena sangat sayangnya hingga ia tidak diperbolehkan keluar rumah, hanya diminta untuk berada disamping perapian. Salman dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi, sehingga ia lah yang bertanggung jawab atas nyala atau padamnya api tersebut.

Ayahnya pemilik tanah perahan yang luas, dan pada suatu hari ketika beliau sedang sibuk mengurus bangunan, beliau berkata kepada Salman "Wahai anakku, hari ini aku sibuk mengurusi bangunan, aku tidak sempat mengurusi tanah, cobalah engkau pergi kesana !" dan beliau juga menyuruh Salman untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan disana.

Salman keluar menuju tanah ayahnya dan dalam perjalanan ia melewati salah satu gereja Nasrani. Ia mendengar suara-suara mereka yang sedang sembahyang. Ia tak mengerti mengapa ayahnya mengharuskan ia tinggal didalam rumah saja. Ketika Salaman melewati gereja itu, ia mendengar suara mereka sedang beribadah maka ia masuk ke dalam gereja itu untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan.

Begitu ia melihat mereka sedang beribadah, Salman berkata dalam hati "Demi Allah, ini lebih baik dari agama yang kita anut selama ini." Ia pun tidak beranjak dari tempat itu hingga matahari terbenam dan ia tidak pergi ke tanah ayahnya. Salman bertanya kepada mereka, "Dari mana asal usul agama ini?" dan merekapun menjawab, "Dari Syam (Syiria)."

Salaman pun langsung pulang ke rumah ayahnya dan ayahnya telah mengutus seseorang untuk mencari Salman. Sementara ia tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh ayahnya. Maka ketika ia bertemu dengan ayahnya, beliau bertanya,"Anakku kemana saja kamu pergi?, Bukankah aku telah berpesan kepadamu untuk mengerjakan apa yang telah aku perintahkan?" Salman menjawab, "Ayah, aku melewati pada suatu kaum yang sedang beribadah di dalam gereja, ketika aku melihat ajaran agama mereka aku kagum. Demi Allah, aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam."

"Wahai anakku, tidak ada kebaikan sedikitpun dalam agama itu. Agamamu dan agama ayahmu lebih bagus dari agama itu", Jawab sang ayah. Tetapi Salman pun membantah, "Demi Allah, sekali-kali tidak! Agama itu lebih bagus dari agama kita." Kemudian ayahnya pun khawatir dengan keadaan Salman, sehingga ia merantai kaki Salman dan memenjara Salman didalam rumah.

Suatu hari ada segerombolan orang Nasrani yang diutus untuk menemui Salman dan Salman berpesan kepada orang-orang Nasrani tersebut, "Jika ada rombongan dari Syiria yang terdiri dari para pedagang Nasrani, maka beritahulah aku". Ia juga meminta apabila para pedagang itu telah selesai urusannya dan akan kembali ke negrinya, memberiku izin untuk bisa menemui mereka.

Ketika para pedagang itu hendak pergi ke negrinya, mereka memberitahu kepada Salman, kemudian Salman melepas rantai besi yang mengikat kakinya dan ia pergi bersama mereka hingga tiba di Syiria. Sesampainya ia di Syiria, ia bertanya, "Siapakah orang yang ahli agama disini?",merekapun menjawab, "Uskup (Pendeta) yang tinggal di gereja." Kemudian, Salman menemui Pendeta itu dan berkata kepaadanya, "Aku sangat mencintai agama ini, dan aku ingin tinggal bersamamu, aku akan membantumu di gerejamu, agar aku dapat belajar denganmu dan beribadah bersama-sama kamu." Pendeta itu menjawab, "Silahkan."

Maka Salman pun tinggal dengannya. Ternyata Pendeta tersebut adalah seseorang yang jahat, dia menyuruh dan menganjurkan umatnya untnuk bersedekah, namun setelah sedekah itu terkumpul dan diserahkan kepadanya, ia menyimpan sedekah tersebut untuk dirinya sendiri, tidak diberikan kepada orang-orang miskin sehingga terkumpullah 7 peti emas dan perak. Salman sangat benci perbuatan Pendeta itu. Kemudian ia meninggal. Orang-orang Nasrani pun berkumpul untuk mengebumikannya. Ketika itu ia menyampaikan kepada khalayak, "Sebenarnya, pendeta ini adalahseorang yang berperangai buruk, menyuruh dan menganjurkan kalian untuk bersedekah. Tetapi jika sedekah itu telah terkumpul, dia menyimpanya untuk dirinya sendiri, tidak memberikannya kepada orang-orang miskin barang sedikitpun."

Mereka pun mempertanyakan apa yang telah Salman sampaikan, "Apa buktinya bahwa kamu mengetahui akan hal itu?" Salman menjawab, "Marilah aku tunjukkan kepada kalian simpanannya itu." Mereka berkata, "Baik tunjukkan simpanan tersebut kepada kami."

Lalu Salman memperlihatkan tempat penyimpanan sededkah itu. Kemudian mereka mengeluarkan sebanyak 7 peti yang penuh berisi emas dan perak. Setelah meeka menyaksikanbetapa banyakknya simpanan pendeta itu, mereka berkata, "Demi Allah, selamanya kami tidak menguburnya." Kemudian mereka menyalib pendeta itu pada tiang dan melempari jasadnya dengan batu.

Kemudian mereka mengangkat orang lain sebagai penggantinya. Salman tidak pernah melihaat seseorang yang tidak mengerjakan shalat lima waktu (bukan seorang muslim) yang lebih bagus dari dia, dia sangat zuhud, sangat mencintai akhirat, dan selalu beribadah siang malam. Maka Salman pun sangat mencintainya dengan cinta yang tidak pernah ia berikan kepada selainya. Ia ia tinggal bersamanya beberapa waktu.

Kemudian ketika kematiannya menjelang, ia berkata kepadanya, "Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersamamu, dan aku sangat mencintaimu, belum pernah ada eorangpun yang aku cintai seperti cintaku kepadamu, padahal sebagaimana kamu lihat, telah menghampirimu saat berlakunya takdir Allah, kepada siapakah aku ini engkau wasiatkan, apa yang engkau perintahkan kepada ku?"

Orang itu berkata, "Wahai anakku, demi Allah, ekarang ini aku sudah tidak tahu lagi siapa yang mempunyai keyakinan seperti aku. Orang-orang yang aku kenal telah mati, dan masyarakatpun mengganti ajaran yang benar dan meninggalkannya sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul (kota di Irak), yakni Fulan, dia memegang keyakinan seperti aku ini, temuilah ia disana!".

Lalu tatkala ia telah wafat, Salman berangkat untuk menemui seseorang di Mosul. Ia berkata, "Wahai Fulan, sesungguhnya si Fulan telah mewasiatkan kepadaku menjelang kematiannya agar aku menemuimu, dia memberitahuku bahwa engkau memiliki keyakinan sebagaimana dia." Kemudian orang yang telah Salman temui berkata,"Silahkan tinggal bersamaku." Salman pun tinggal bersamanya. Salman dapati ia sangat baik sebagaimana yang diterangkan si Fulan kepadanya". Namun ia pun dihampiri kematian. Dan ketika kematian menjelang, Salman bertanya kepadanya, "Wahai Fulan, ketika itu si Sulan mewasiatkan aku kepadamu dan agar aku menemuimu, kini takdir Allah akan berlaku atasmu sebagaimana engkau maklumi, oleh karena itu kepada siapakah aku ini hendak engkau wasiatkan? Dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?"

Orang itu berkata, "Wahai anakku, Demi Allah, tak ada seorangpun sepengetahuanku yang seperti aku kecuali seorang di Nashibin (kota di Aljazair), yakni Fulan. Temuilah ia !" Maka setelah beliau wafat, Salman menemui seseorang yang berada di Nashiban itu. Setelah Salman bertemu dengannya, ia menceritakan keadannya dan apa yang telah diperintahkan si Fulan kepadanya.

Orang itu berkata, "Silahkan tinggal bersamaku." Sekarang Salman mulai hidup bersamanya. Salman dapati ia benar-benar seperti si Fulan yang aku pernah hidup bersamanya. Aku tinggal bersama seseorang yang sangat baik. Namun, kematian hampir datang menjemputnya. Dan diambang kematiannya Salman berkata, "Wahai fulan, ketika itu si Fulan mewasiatkan aku kepada Fulan, dan kemarin Fulan mewasiatkan aku kepadamu? sepeninggalmu nanti kepada siapakah aku akan engkau wasiatkan? Dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?"

Orang itu berkata, "Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada seorangpun yang aku kenal sehingga aku perintahkan kamu untuk mendatanginya kecuali seseorang yang tinggal di Amuria (kota di Romawi). Orang itu menganut sebagaimmana yang selma ini kami pegang."

Setelah seseorang yang baik itu meninggal dunia, Salman pergi menuju Amuria. Salman menceritakan prihal keadaannya kepadanya. Dia berkata, "Silahkan tinggal bersamaku." salman pun hidup bersama seseorang yang ditunjuk oleh kawannya yang sekeyakinan. Di tempat orang itu Salman bekerja, sehingga ia memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Kemudian takdir Allah pun berlaku untuknya. Ketika itu Salman berkata, "Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersama Fulan, kemudian dia mewasiatkan aku untuk menemui si Fulan, kemudian si Fulan juga mewasiatkan aku agar menemui Fulan, kemudian Fulan mewasiatkan aku untuk menemui mu, sekarang kepada siapakah aku ini akan engkau wasiatkan? Dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?"

Orang itu berkata, "Wahai anakku, demi Allah, aku tidak akan mengetahui seorangpun yang akan aku perintahkan kamu untuk mendatanginya. Akan tetapi telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus denganmembawa ajaran nab Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab kemudian berhijtrah menuju daerah antara dua perbukitan. Diantara dua bukit itu tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu terdapat tanda-tanda yang tidak dapat disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau menerima sedekah, di antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju daerah itu, berangkatlah kesana!" Kemudian orang tersebut meninggal dunia. Dan sepeninggalnya, Salman masih tinggal di Amuria sesuai dengan yan dikehendaki Allah.

Pada suatu hari, lewat di hadapan Salman serombongan orang dari Kalb, mereka adalah pedagang.Salman berkata kepada para pedagang itu, "Bisakah kalian membawaku menuju tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambing-kambingku?" Mereka menjawab, "Ya". Lalu ia memberikan ternaknya kepada mereka. Mereka membawaku, namun ketika tiba di Wadil Qura, mereka menzhlimi Salman, dengan menjualnya sebagai budak ke tangan seorang Yahudi. Kini ia tinggal ditempat seorang Yahudi. Salman melihat pohon-pohon kurma, ia berharap, mudah-mudahan ini daerah sebagaimana yang telah disebutkan si fulan kepadanya. Salman tidak bisa hidup bebas.

Ketika Salman berada disamping orang Yahudi itu, keponakannya datang dari Madinah dari Bani Quraidzah. Ia membeli Salman darinya. Kemudian membawanya ke Madinah. Begitu Salman tiba di Madinah ia segera tahu berdasarkan apa yang disebutkan Fulan kepadaku. Sekarang ia tinggal di Madinah.

Allah mengutus seorang Rasulnya, dia telah tinggal di Mekkah beberapa lama, yang ia sendiri tidak pernah mendengar ceritanya karena kesibukannya sebagai seorang budak. Kemudian Rasul itu berhijrah ke Madinah. Demi Allah, ketika ia berada dipuncak pohon kurma majikannya karena ia bekerja di perkebunan, sementara majikannya duduk, tiba-tiba salah seorang keponakannya datang menghampiri, kemudian berkata, "Fulan, Celakalah Bani Qailah (suku Aus dan Khazraj). Mereka kin sedang berkumpul di Quba' menyambut seseorang yang datang dari Mekkah pada hari ini. Mereka percaya bahwa orang itu Nabi."

Tatkala Salman mendengar pembicaraannya, ia gemetar sehingga ia khawatir jatuh menimpa majikannya. Kemudian ia turun dari pohon dan bertanya kepada keponakan majikannya, "Apa tadi yang engkau katakan? Apa tadi yang engkau katakan?" Majikannya sanagt marah, dia memukulku dengan pukulan yang keras. Kemudian berkata,"Apa urusanmu menanyakan hal ini, Lanjutkan pekerjaanmu."

Salman menjawab, "Tidak ada maksud apa-apa, aku hanya ingin mencari kejelasan terhadap apa yang dikatakan. Padahal sebenarnya saya telah memiliki beberapa informasi mengenai akan diutusnya seorang Nabi itu."

Pada sore hari, Salman mengambil sejumlah bekal kemdian ia menuju Rasulullah saw, ketika itu beliau sedang berada di Quba, lalu ia menemui beliau. Salman berkata, "Telah sampai kepadaku kabar bahwasanya engkau adalah seorang yang shalih, engkau memiliki beberapa orang sahabat yang dianggap asing dan miskin. Aku membawa sedikit sedekah, dan menurutku kalian lebih berhak menerima sedekahku ini daripada oranglain."

Salmanpun menyerahkan sedekah tersebut kepada beliau, kemudian Rasulullah saw bersabda kepada para sahabat,"Silahkan kalian makan, sementara beliau tidak menyentuh sedekah itu dan tidak memakannya. Salman berkata, "Ini satu tanda kenabiyannya."

Salman pulang meninggalkan beliau untuk mengumpulkan sesuatu. Rasulullah saw pun berpindah ke Madinah. Kemudian pada suatu hari, Salman mendatangi beliau sambil berkata, "Aku memperhatikanmu tidak memakan pemberian berupa sedekah, sedangkan ini merupakan hadiah sebagai penghormatanku kepada engkau."

Kemudian Rasulullah makan sebagian dari hadiah pemberianku danmemerintahkan para sahabat untuk memakannya, merekapun makan hadiah itu. Salman berkata dalam hati,"Inilah tanda kenabian yang kedua." Selanjutnya Salman menemui beliau saw saat beliau sedang berada dikuburan Baqi' al-Gharqad, beliau sedang mengantarkan jenazah salah seorang sahabat, beliau mengenakan dua lembar kain, ketika itu, beliau sedang duduk diantara para sahabat, ia mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian ia berputar memperhatikan punggung beliau, adakah ia akan melihat cincin yang disebutkan si Fulan kepadanya.

Pada saat Rasulullah saw melihat Salman sedang memperhatikan beliau, beliau mengetahui bahwa ia sedang mencari kejelasan tentang sesuatu ciri kenabian yang disebutkan salah seorang kawannya. Kemudian beliau melepas kain selendang beliau dari punggung, ia berhasil melihat tanda cincin kenabian dan ia yakin bahwa beliau adalah seorang Nabi. Maka Salman telungkup di hadapan beliau dan memeluknya seraya menangis.

Rasulullah bersabda, "Geserlah kemari," maka ia pun bergeser dan menceritakan keadaannya. Kemudian para sahabat takjub kepada Rasulullah saw ketika mendengar cerita perjalanan hidupnya itu." Salman sibuk bekerja sebagai budak. Dan perbudakan inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. "Rasulullah saw suatu hari bersabda kepadanya, "Mintalah kepada majikanmu untuk bebas wahai Salman!" Maka majikannya membebaskannya dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah.

Kemudian Rasulullah saw mengumpulkan para sahabat dan bersabda, "Berilah bantuan kepaa saudara kalian ini." Mereka pun membantunya dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberinya 30 pohon atau 20 pohon, ada yang 15 pohon dan ada yang 10 pohon, masing-msing sahabat memberinya pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon. Setelah terkumpul, Rasulullah bersabda kepada Salman. " Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma ituuntuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya ditanganku,"  Ia pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai Salman menghadap Rasulullah saw dan memberitahukan perihalnya.

Kemudian Rasulullah saw keluar bersamanya menuju kebun yang ia tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada beliau dan Rasulullah pun meletakkannya di tangan beliau. Maka demi jiwa Salman yag berada di Tangan Nya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati. Untuk tebusan pohon kurma sudah terpenuhi, ia masih mempunyai tanggungan uang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah saw membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas beliau bersabda, "Apa yang telah dilakukan Salman al-farisi?" Kemudian ia dipanggil beliau, lalu beliau bersabda. "Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!"

Wahai Rasulullah saw, bagaimana status emas ini bagiku?" Rasulullah menjawab, "Ambil saja! InsyaAllah, Allah SWT akanmemberi kebaikan kepadanya." Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di Tangan Nya, berat ukuran emas itu 40uqiyah. kemudian ia penuhi tebusan yang harus ia serahkan kepada majikannya dan ia dimerdekakan. Setelah itu, Salman turut serta bersama Rasulullah saw dalam perang Khandaq dan sejak itu tidak ada satu peperangan yang tidak ia ikuti. " [1]

PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK:
  1. Di antara hasil/buah mentaati kedua orang tua adalah dicintai orang.
  2. Masuk penjara, cekal, rantai adalah cara musuh Islam menghalangi kaum muslimin dalam menegakkan agama Allah.
  3. Jika gigih memperjuangkan keimanan maka urusan dunia terasa ringan.
  4. Berpegang pada keimanan lebih kokoh dari seluruh rayuan.
  5. Hendaknya seorang mukmin senantiasa siap mental menghadapi segala kemungkinan.
  6. Terkadang orang-orang jahat mengenakan pakaian/menampakkan diri sebagai orang baik-baik.
  7. Jalan mencapai ilmu tidak bisa ditempuh melainkan dengan senantiasa dekat dengan orang yang berilmu.
  8. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah memberikan jalan keluar dari problematika hidupnya.
  9. Takaran keimanan seseorang adalah mencintai dan membenci karena Allah.
  10. Di antara akhlak terpuji para nabi adalah mau mendengarkan seseorang yang sedang berbicara dengan baik.
  11. Seorang pemimpin hendaknya senantiasa memantau kondisi bawahannya.
  12. Diperbolehkan membeli budak dari tawanan perang, menghadiahkan dan memerdekakannya.
  13. Saling tolong menolong adalah gambaran dari wujud hidup bermasyarakat.
________________
[1] HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir (6/222); Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat, 4/75; al-Baihaqi dalam al-Kubra, 10/323.

Tuesday, October 1, 2013

Ummul Mukminin, Khadijah al-Kubra ra

Ketika beliau pulang ke Mekkah dan Khadijah melihat betapa amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan kepadanya, begitu juga dengan keberkahan dari hasil perdagangan yang belum pernah didapatinya sebelum itu, di tambah lagi informasi dari budak nya, Maisarah prihal budi pekerti beliau nan demikian manis, sifat-sifatnya yang mulia, ketajaman berfikir, cara bicara yang jujur  dan cara hidup yang penuh amanah, maka dia seakan menemukan apa yang didambakannya selama ini (yakni calon pendamping idaman).

Padahal banyak sekali pemuka dan kepala suku yang demikian antusias untuk menikahinya, namun semuanya ia tolak. Akhirnya ia menyampaikan curahan hatinya kepada teman wanitanya, Nafisah binti Muniyah yang kemudian bergegas menemui beliau Rasulullah dan membeberkan rahasia tersebut kepadanya seraya menganjurkan agar beliau menikahi Khadijah. Beliaupun menyetujuinya dan merundingkan hal tersebut dengan paman-paman nya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah untuk melamar-nya buat beliau.

Tak berapa lama setelah itu, pernikahan dilangsungkan. Akad tersebut dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin suku Mudhar. Pernikahan tersebut berlangsung dua bulan setelah kepulangan beliau dari negeri Syam. Beliau menyerahkan mahar sebanyak dua puluh ekor unta muda. Ketika itu Khadijah sudah berusia 40 tahun. Dia adalah wanita yang paling terhormat nasabnya, paling banyak hartanya dan paling cerdas otaknya di kalangan kaumnya. Dialah wanita pertama yang dinikahi oleh Rasulullah SAW, beliau tidak pernah memadunya dengan wanita lain hingga dia wafat.

Semua putra-putri beliau (Rasulullah) berasal dari pernikahan beliau dengannya kecuali putra beliau, Ibrahim. Putra-putri beliau dari hasil perkawinan dengannya tersebut adalah :
1. Al Qasim ( dengan nama ini beliau dijulukii)
2. Zainab
3. Ruqqayah
4. Ummu Kultsum
5. Fathimah
6. Abdullah ( julukanya adalah ath-Thayyib [yang baik] dan ath-Thahir [yang suci] )

Semua putra beliau meninggal dunia dimasa kanak-kanak, sedangkan putri-putri beliau semuanya hidup dan pada masa Islam dan memeluk Islam serta juga ikut berhijrah, namun semuanya meninggal dunia semasa beliau (Rasulullah) masih hidup kecuali Fathimah ra yang meninggal enam bulan setelah beliau wafat.

Sumber : Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir
Judul Asli : Ar-Rahiq al-Makhtum
Penulis : Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri
Penerjemah : Hanif Yahya, Lc. et. al

Monday, September 30, 2013

1508

Dari Abu Hurairah ra bahwa rasulullah SAW bersabda "Jauhilah sifat hasad karena hasad itu memakan (pahala) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar."

[HR. Abu Dawud]